PUTUS SEKOLAH
Anak
putus sekolah adalah keadaan dimana anak mengalami keterlantaran karena sikap
dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap
proses tumbuh kembang anak tanpa memperhatikan hak – hak anak untuk mendapatkan
pendidikan yang layak
Pendidikan
merupakan hak yang sangat fundamental bagi anak. Hak wajib dipenuhi dengan
kerjasama paling tidak dari orang tua siswa, lembaga pendidikan dan pemerintah.
Pendidikan akan mampu terealisasi jika semua komponen yaitu orang tua, lembaga
masyarakat, pendidikan dan pemerintah bersedia menunjang jalannya pendidikan
Akibat
yang disebabkan anak putus sekolah adalah kenakalan remaja, tawuran,
kebut-kebutan di jalan raya , minum –
minuman dan perkelahian, akibat lainnya juga adalah
perasaan minder dan rendah diri.
Hal Yang Menjadi Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah
Kalau
kita melihat mengapa anak putus sekolah tentunya tidak akan terlepas dari
beberapa hal yang mempengaruhi sehingga tidak dapat menyelesaikan sekolah,
wajar saja terjadi karena anak dihadapkan oleh beberapa kendala, baik yang
datang dari diri sendiri maupun yang datang dari luar diri anak yaitu
lingkungan.
Hal-hal
yang mempengaruhi anak itu antara lain adalah latar belakang pendidikan orang
tua, lemahnya ekonomi keluarga, kurangnya minat anak untuk sekolah, kondisi
lingkungan tempat tinggal anak, serta pandangan masyarakat terhadap pendidikan.
Latar
Belakang Pendidikan Orang Tua
Pendidikan
orang tua yang hanya tamat sekolah dasar apalagi tidak tamat sekolah dasar, hal
ini sangat berpengaruh terhadap cara berpikir orang tua untuk menyekolahkan
anaknya, dan terhadap cara berpikir orang tua untuk menyekolahkan anaknya, dan
cara pandangan orang tua tentu tidak sejauh dan seluas orang tua yang
berpendidikan lebih tinggi.
Orang
tua yang hanya tamat sekolah dasar atau tidak tamat cenderung kepada hal-hal
tradisional dan kurang menghargai arti pentingnya pendidikan. Mereka
menyekolahkan anaknya hanya sebatas bisa membaca dan menulis saja, karena
mereka beranggapan sekolahnya seseorang kepada jenjang yang lebih tinggi pada
akhir tujuan adalah untuk menjadi pegawai negeri dan mereka beranggapan sekolah
hanya membuang waktu, tenaga dan biaya, mereka juga beranggapan terhadap anak
lebih baik ditujukan kepada hal-hal yang nyata yaitu membantu orang tua dalam
berusaha itu lah manfaat yang nyata bagi mereka, lagi pula sekolah harus
melalui seleksi dan ujian yang di tempuh dengan waktu yang panjang dan amat
melelahkan. Walaupun ada orang tua yang pendidikannya tidak tamat Sekolah
Dasar, namun anaknya bisa menjadi sarjana tetapi hal ini sangat jarang sekali.
Latar
belakang pendidikan orang tua yang rendah merupakan suatu hal yang mempengaruhi
anak sehingga menyebabkan anak menjadi putus sekolah dalam usia sekolah. Akan
tetapi ada juga orang tua yang telah mengalami dan mengenyam pendidikan sampai
ke tingkat lanjutan dan bahkan sampai perguruan tinggi tetapi anaknya masih
saja putus sekolah, maka dalam hal ini kita perlu mengkaitkannya dengan minat
anak itu sendiri untuk sekolah, dan mengenai minat ini akan dijelaskan pada
uraian berikutnya.
Lemahnya
Ekonomi Keluarga
Kurangnya
pendapatan keluarga menyebabkan orang tua terpaksa bekerja keras mencukupi
kebutuhan pokok sehari-hari, sehingga pendidikan anak kurang terperhatikan
dengan baik dan bahkan membantu orang tua dalam mencukupi keperluan pokok untuk
makan sehari-hari misalnya anak membantu orang tua ke sawah, karena di anggap
meringankan beban orang tua anak di ajak ikut orang tua ke tempat kerja yang
jauh dan meninggalkan sekolah dalam waktu yang cukup lama.
Dan
apa lagi yang menjadi buruh tanpa tujuan untuk membantu pekerjaan orang tua,
setelah merasa enaknya membelanjakan uang hasil usaha sendiri akhirnya anak
tidak terasa sekolahnya ditinggalkan begitu saja, anak perempuan di suruh
mengasuh adiknya di waktu ibu sibuk bekerja.
Hal-hal
tersebut diatas sangat mempengaruhi anak dalam mencapai suksesnya bersekolah.
Pendapat keluarga yang serba kekurangan juga menyebabkan kurangnya perhatian
orang tua terhadap anak keran setiap harinya hanya memikirkan bagaimana caranya
agar keperluan keluarga bisa terpenuhi, apalagi kalau harus meninggalkan
keluarga untuk berusaha menempuh waktu berbulan-bulan bahkan kalau sampai
tahunan, hal ini tentu pendidikan anak menjadi terabaikan.
Yang
menyebabkan orang tua kurang pendapatan karena produksi hasil bumi menempati
lahan yang kurang baik, karena kalau air sungai saatnya pasang maka lahan
pertanian akan menjadi banjir dan menenggelamkan semua tanaman, hal ini kalau
sering terjadi menyebabkan orang tua anak yang tinggal di desa menyebabkan akan
sering menemui kegagalan mas panen. Sedangkan kalau musim kemarau lahan
pertanian akan kekeringan sampai tanah menjadi pecah-pecah, hal ini menjadikan
tanaman menjadi tidak berbuah maka para petani kembali menemui kegagalan dalam
masa panen.
Di
tambah dengan tidak pernah hadir dalam penyuluhan yang jarang di adakan
sehingga mereka bercocok tanam hanya secara tradisional, tidak mengetahui akan
manfaat pupuk serta kurang mengetahui alat-alat pertanian yang baik, hal ini
juga menyebabkan sering gagalnya dalam pertanian. Kegagalan demi kegagalan
akhirnya orang tua banyak yang beralih profesi dari bertani mencoba kepada
pekerjaan lain yang mana para orang tua yang tinggal di desa yang serba minim
memiliki keterampilan serta pengetahuan yang kurang luas tentang dunia usaha
sehingga sering menemui kegagalan dalam berusaha.
Uraian
diatas mempunyai kesamaan dengan pendapat seorang ahli Sosiologi H.Z.B Tafal
dalam bukunya Membina Kaum Papa Pedesaan, mengemukakan sebagai berikut:
Petani
kecil yang tinggal dan tidak beruntung yang biasanya terletak di pedesaan,
lazimnya menghadapi masalah-masalah berikut; 1. Mereka menduduki lahan yang
miskin di desanya, dan karena itu tidak dpat menerapkan cara-cara pelaksanaan
yang di sarankan secara mapan, 2. hujan mungkin gagal terutamanya, atau
terlambat, atau memadai semasa musim tanam, 3. lahan yang sering akan terkena
banjir. 4. berada di daerah-daerah kering atau kondisi air yang tidak menentu.
Lemahnya
ekonomi keluarga juga karena banyaknya jumlah anggota keluarga yang menyebabkan
kepala keluarga menjadi sibuk untuk mencukupi keperluan keluarga dan juga
menyebabkan kurangnya perhatian orang tua terhadap pendidikan anak-anaknya.
Kurangnya
Minat Anak Untuk Bersekolah
Yang
menyebabkan anak putus sekolah bukan hanya disebabkan oleh latar belakang
pendidikan orang tua, juga lemahnya ekonomi keluarga tetapi juga datang dari
dirinya sendiri yaitu kurangnya minat anak untuk bersekolah atau melanjutkan
sekolah.
Anak
usia wajib belajar semestinya menggebu-gebu ingin menuntut ilmu pengetahuan
namun karena sudah terpengaruh oleh lingkungan yang kurang baik terhadap
perkembangan pendidikan anak, sehingga minat anak untuk bersekolah kurang
mendapat perhatian sebagaimana mestinya, adapun yang menyebabkan anak kurang
berminat untuk bersekolah adalah: anak kurang mendapat perhatian dari orang tua
terutama tentang pendidikannya, juga karena kurangnya orang-orang terpelajar
sehingga yang mempengaruhi anak kebanyakan adalah orang yang tidak sekolah
sehingga minat anak untuk sekolah sangat kurang.
Anak
seusia wajib belajar sudah mengenal bahkan sudah mampu untuk mencari uang
terutama untuk keperluannya sendiri seperti jajan dan lain-lain, hal ini tentu
akan mempengaruhi terhadap cara dan sikap anak dalam bertindak dan berbuat.
Karena sudah mencari uang sendiri dan merasakan enaknya membelanjakan uang
akhirnya tanpa terasa sekolah ditinggalkan begitu saja.
Sekolah
harus belajar dengan sungguh-sungguh dan anak berada di sekolah hampir setengah
hari penuh tanpa sedikit pun menghasilkan uang dan bahkan harus mengeluarkan
uang karena keperluan sekolah dan jajan secukupnya. Hal inilah yang menyebabkan
mereka malas untuk bersekolah.
Selain
itu tinggi rendahnya minat untuk meneruskan sekolahnya juga di pengaruhi oleh
prestasi belajar anak itu sendiri. Anak yang berprestasi belajarnya rendah,
tentu tidak naik kelas. Artinya di anak tetap tinggal di kelas, dengan harapan
agar dia dapat meningkatkan prestasinya.
Anak
didik yang gagal dalam belajar dan tidak naik kelas ada dua kemungkinan yang
terjadi pada dirinya. Pertama dia akan merasa malu terhadap teman-teman dan
guru di sekolah karena ia tidak bisa seperti teman-temannya, maka ia malas
untuk pergi ke sekolah. Kedua yaitu kegagalan dalam belajar akan menjadi cambuk
baginya untuk belajar lebih giat dan rajin agar dapat menandingi
teman-temannya, dan kalau bisa lebih baik/tinggi dari teman-temannya semula.
Tetapi
sangat disayangkan, kemungkinan yang kedua ini jarang terjadi pada diri anak
didik. Yang sering terjadi adalah kemungkinan pertama, bila gagal dalam belajar
maka anak akan malas pergi ke sekolah dan meninggalkan sekolahnya yang belum
selesai.
Kondisi
Lingkungan Tempat Tinggal Anak
Lingkungan
tempat tinggal anak adalah salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya
kegiatan dan proses belajar/pendidikan. Oleh sebab itu seyogyanya lingkungan
tempat tinggal anak atau lingkungan masyarakat ini dapat berperan dan ikut
serta di dalam membina kepribadian anak-anak kearah yang lebih positif.
Untuk
membina anak kearah yang lebih positif dan bermanfaat adalah dengan adanya
saling berhubungan satu dengan yang lainnya, sehingga anak timbul saling
pengaruh dengan proses pendidikan akan berjalan dengan lancar dan baik.
Suasana
lingkungan sebenarnya sangat mempengaruhi proses belajar mengajar bagi anak.
Lingkungan yang tentram, nyaman, damai akan mempunyai pengaruh yang baik kepada
anak. Sebaliknya lingkungan yang ribut, tidak aman, hingar bingar akan
menimbulkan pengaruh yang negatif terhadap kelangsungan proses belajar anak di
sekolah.
Adanya
suasana lingkungan masyarakat yang kurang baik, akan mengganggu anak dalam
belajar dan secara langsung akan mempengaruhi prestasi belajar yang diperoleh
di sekolah. Bisa juga di sebabkan suasana yang ribut tepi menyenangkan hati
anak, anak akan terpengaruh dan ikut serta di dalamnya dan ia lupa bahwa
dirinya seorang pelajar.
Seorang
pelajar tidak pantas melakukan hal-hal yang negatif, karena kan merugikan.
Tugas pelajar adalah belajar, agar suatu hari nanti menjadi orang yang
bermanfaat bagi orang banyak.
Kita
sebagai manusia dan sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri, karena
kita membutuhkan manusia yang lain. Kebanyakan manusia bila mencari teman yang
sebanding dengannya, maksudnya kalau anak berteman dengan anak orang tua dengan
orang tua pula. Karena hal ini didasari oleh adanya persamaan-persamaan antara
individu yang satu dengan individu yang lain.
Bagaimanapun
juga adanya pergaulan ini mempunyai pengaruh terhadap sikap, tingkah laku, dan
cara bertindak dan lain sebagainya dari setiap individu. Dimana pengaruh
tersebut ada yang bersifat positif dan ada pula yang bersifat negatif.
Bergaul
dan berteman dengan orang yang berpendidikan dan berilmu pengetahuan yang lebih
tinggi dari kita, akan mendatangkan manfaat kepada kita khususnya, dan akan
membantu dan memotivasi kita dalam belajar menuntut ilmu. Bila kita menemui
kesulitan akan mudah bertanya/minta bimbingan kepada mereka yang lebih tahu.
Selain
manfaat diatas, bergaul dengan orang yang berpengetahuan juga mendatangkan
ketenteraman, karena diri kita merasa dapat di terima oleh lingkungan dimana
kita tinggal. Dengan demikian akan terjalin kerja sama bantu membantu antara
sesamanya di dalam mensukseskan pembangunan, khususnya dalam bidang pendidikan.
Bergaul
dengan orang baik bisa mendatangkan pengaruh positif dan negatif. Pengaruh
negatif tersebut antara lain:
- Bila
seorang anak didik mempunyai kawan sepergaulan rata-rata tidak sekolah,
maka sedikit banyaknya akan mempengaruhi kepada si anak, khususnya yang
berhubungan dengan kelangsungan dan kelancaran pendidikan anak di sekolah,
atau akan menggangu belajar anak di rumah, seperti kawan-kawannya mengajak
jalan-jalan, ngobrol-ngobrol dan lain-lain hingga tidak ingat waktu
belajar.
- Bila
anak didik bergaul dengan anak yang tidak bermoral/akhlak yang tidak baik,
pada suatu saat nanti akan terpengaruh dan turut melakukan
perbuatan-perbuatan yang tidak baik, pada suatu saat nanti akan
terpengaruh dan turut melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak baik,
disebabkan setia kawan dan lain-lain sebagainya, yang dapat menjerumuskan
anak didik. Dan akhirnya akan mengganggu pelajar di sekolah, kemudian
putus sekolah.
Pandangan
Masyarakat Terhadap Pendidikan
Pandangan
masyarakat terhadap pendidikan juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
anak dalam menempuh pendidikan di bangku sekolah.
Pandangan
masyarakat yang maju tentu berbeda dengan masyarakat yang keterbelakangan dan
tradisional, masyarakat yang maju tentu pendidikan mereka maju pula, demikian
pula anak-anak mereka akan menjadi bertambah maju pula pendidikannya dibanding
dengan orang tua mereka.
Maju
mundurnya suatu masyarakat, bangsa dan negara juga ditentukan dengan maju
mundurnya pendidikan yang dilaksanakan.
Pada
umumnya masyarakat yang terbelakang atau dengan kata lain masyarakat
tradisional mereka kurang memahami arti pentingnya pendidikan, sehingga kebanyakan
anak-nakan mereka tidak sekolah dan kalau sekolah kebanyakan putus di tengah
jalan.
Hal
tersebut bisa terjadi karena mereka beranggapan sekolah sangat sulit, merasa
tidak mampu, mempengaruhi, buang waktu banyak, lebih baik bekerja sejak
anak-anak ajakan membantu orang tua, tujuan sekolah sekedar bisa membaca dan
menulis, juga karena anggapan mereka tujuan akhir dari sekolah adalah untuk
menjadi pegawai negeri, hal ini tentu karena kurang memahami arti, fungsi, dan
tujuan pendidikan nasional.
Padahal
fungsi pendidikan nasional bukan demikian, hal ini sebagaimana tergambar dan
undang-undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 1989, pasal 3.
“pendidikan
nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu
kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan upaya tujuan
nasional.”
Demikian
juga tujuan pendidikan nasional bukan seperti anggapan masyarakat tradisional,
yang mana tujuan pendidikan nasional sebagaimanan juga yang termuat dalam
undang-undang RI nomor 20 tahun 2003, pasal 4.
Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan
untuk terbentuknya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab.
Masyarakat
yang tradisional kalau mereka memahami fungsi dan tujuan pendidikan nasional
pada akhirnya akan menjadi masyarakat yang maju dan berkembang.
Masyarakat
yang terpencil atau masyarakat yang tradisional juga beranggapan bahwa sekolah
itu pada dasarnya sedikit sekali yang sesuai dengan kehendak mereka, misalnya
begitu tamat sekolah langsung mendapatkan pekerjaan, sekolah hendaknya tidak
memerlukan biaya yang banyak, dan tidak memerlukan waktu yang terlalu lama.
Kurangnya
Kesadaran Akan Pentingnya Pendidikan
Faktor
pertama dan utama yang menjadi penyebab masih tingginya angka anak putus
sekolah di Indonesia adalah kurangnya kesadaran masyarakat dan anak-anak
mengenai pentingnya pendidikan di bangku sekolah. Banyak yang beranggapan bahwa
tujuan dari sekolah hanya sekedar untuk mendapatkan ijazah yang nantinya
digunakan sebagai sarana memperoleh pekerjaan. Padahal nyatanya tidak. Masih
banyak tujuan dan manfaat lainnya yang dapat kita peroleh melalui sekolah. Seperti,
membentuk karakter dan kepribadian yang baik, mendidik anak bukan hanya agar
cerdas melainkan berbudi pekerti yang baik.
Fasilitas
Yang Kurang Memadai
Faktor
lain yang juga menjadi alasan banyak anak yang putus sekolah ialah fasilitas
pendidikan dan sekolah yang belum cukup memadai. Seperti yang kita tahu bahwa
masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang belum lengkap fasilitas
pendidikannya. Untuk menjangkau sekolah pun masih susah karena akses jalan yang
sulit untuk dilalui. Atau tenaga pendidikan yang tidak mencukupi menjadi salah
satu indikator penyebab masih banyak anak-anak Indonesia yang putus sekolah.
Faktor
Budaya
Faktor
budaya yang di maksudkan di sini adalah terkait dengan kebiasaan masyarakat di
sekitarnya. Yaitu, rendahnya kesadaran orang tua atau masyarakat
akan pentingnya pendidikan. Perilaku masyarakat pedesaan dalam menyekolahkan
anaknya lebih banyak dipengaruhi faktor lingkungan. Mereka beranggapan tanpa
bersekolah pun anak-anak mereka dapat hidup layak seperti anak lainnya yang
bersekolah. Oleh karena di desa jumlah anak yang tidak bersekolah lebih banyak
dan mereka dapat hidup layak maka kondisi seperti itu dijadikan landasan dalam
menentukan masa depan anaknya. Kendala budaya yang dimaksudkan adalah pandangan
masyarakat yang menganggap bahwa pendidikan tidak penting. Pandangan banyak
anak banyak rejeki membuat masyarakat di pedesaan lebih banyak mengarahkan
anaknya yang masih usia sekolah diarahkan untuk membantu orang tua dalam
mencari nafkah.
Faktor
lainnya, adalah cacat, IQ yang rendah, rendah diri, dan umur yang melampaui
usia sekolah
Persentase
anak yang putus sekolah yang disebabkan karena faktor ini sangat sedikit, yaitu
kurang dari 1%. Begitu juga untuk kategori anak tidak sekolah sama sekali,
faktor penyebabnya adalah karena ekonomi di samping faktor sarana, minat yang
kurang, perhatian orang tua yang rendah, dan fasilitas yang kurang. Sebagian
kecil anak yang tidak sekolah sama sekali disebabkan karena cacat fisik.
PRROGRAM PEMERINTAH
Dalam mengatasi terjadinya anak putus sekolah harus adanya
berbagai usaha pencegahannya sejak dini, baik yang dilakukan oleh orang tua,
sekolah (pemerintah) maupun oleh masyarakat. Sehingga anak putus sekolah dapat
dibatasi sekecil mungkin.Menurut Sari (2013) “Usaha-usaha untuk mengatasi
terjadinya anak putus sekolah di antaranya dapat di tempuh dengan
cara membangkitkan kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan anak,
memberikan dorongan dan bantuan kepada anak dalam belajar, mengadakan pengawasan
terhadap di rumah serta memberikan motivasi kepada anak sehingga anak rajin
dalam belajar dan tidak membuat si anak bosan dalam mengerjakan pekerjaan rumah
yang diberikan di sekolah, tidak membiarkan anak bekerja mencari uang dalam
masa belajar, dan tidak memanjakan anak dengan memberikan uang jajan yang
terlalu banyak.”
Selain itu, penanganan putus sekolah dapat dilakukan dengan
1. Peningkatan peran Pemerintah dalam
menyelesaikan masalah pendidikan, yaitu dengan mengalokasikan anggaran
pendidikan yang memadai disertai dengan pengawasan pelaksanaan anggaran agar
dapat benar-benar dimanfaatkan untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia
2. Program pembangunan
infrastruktur sekolah yang merata. Pendidikan yang baik tidak hanya
diselenggarakan di kota, namun dapat menjangkau pedesaan, daerah terpencil
bahkan daerah pedalaman yang tersebar di pulau-pulau yang ada di Indonesia.
Harus ada niat dan pengawalan yang ketat untuk pembangunan infrastruktur
pendidikan tersebut, agar dana yang telah dialokasikan tidak dimanfaatkan oleh
pihak-pihak atau oknum tertentu yang ingin mendapatkan keuntungan pribadi.
3. Menyusun kurikulum
yang lebih representatif yang dapat menggali potensi siswa, tidak sekedar hardskill,
namun juga softskill, sehingga anak-anak Indonesia dapat lebih
berkualitas, cerdas, bermoral dan beretika
4. Guru merupakan salah
satu tonggak untuk berjalannya pendidikan, karena guru sangat berperan dalam
menciptakan siswa yang cerdas, terampil, bermoral dan berpengetahuan luas.
Sehingga Pemerintah harus lebih memperhatikan kualitas, distribusi dan
kesejahteraan guru di Indonesia.
5. Penyelenggaraan
pendidikan yang berkualitas. Seharusnya pendidikan berkualitas dapat dinikmati
oleh seluruh anak-anak Indonesia dari tingkat TK (Taman Kanak-Kanak) sampai
Perguruan Tinggi, baik miskin maupun kaya dengan kualitas pendidikan yang sama.
Sehingga sepantasnya Pemerintah dapat membuat aturan untuk menuju
penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas yang dapat dijangkau oleh seluruh
rakyat Indonesia. Karena jika kita lihat kembali UUD 1945, maka Pemerintah lah
yang wajib menjamin seluruh rakyat Indonesia untuk mendapatkan pendidikan.
6. Penguatan pendidikan
non-formal di keluarga. Saat ini banyak sekali orang tua yang kurang
memperhatikan pendidikan anak di rumah. Pendidikan di keluarga dapat menjadi
dasar yang kuat bagi anak untuk membantu dalam pergaulan dan perkembangan anak
diluar rumah, terutama disertai dengan pendidikan agama yang cukup kuat.
Kurangnya kontrol dan pengawasan orang tua kepada anak, menjadi salah satu
faktor yang mempengaruhi rendahnya kualitas pendidikan anak di Indonesia,
terutama pendidikan softskill. Selain itu juga komitmen orang tua
untuk memberikan pendidikan yang terbaik untuk putra-putrinya sehingga dapat
menjadi anak yang cerdas dan berguna untuk bangsa dan negara.
7. Adanya paket program pendidikan
sebagai impelementasi penggunaan anggaran pendidikan 20% dari APBN, utamanya di
daerah-daerah tertinggal masih sangat minim dibandingkan dengan kebutuhan
masyarakat.
8. Adanya Program Indonesia Pintar dan
Sekolah Gratis menjadikan pendidikan pun maju signifikan.
PERUBAHAN YANG TERJADI SETELAH DILAKUKAN PROGRAM PEMERINTAH
Sektor
pendidikan di Indonesia telah mengalami kemajuan yang signifikan. Salah satu
indikatornya adalah sebanyak 72,3% anak usia
dini di Indonesia telah
mengikuti proses pendidikan.
Fakta
tersebut disampaikan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan(Mendikbud) Muhadjir Effendy dalam Sidang Umum United
Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO)Ke-39 di
Paris, Prancis.
”Pemerintah
Indonesia memberikan perhatian penuh pada upaya peningkatan akses pada layanan pendidikan
yang berkualitas sebagai langkah penting dalam menyukseskan semua tujuan pembangunan
berkelanjutan,” katanya di hadapan delegasi anggota UNESCO dari seluruh dunia.
Sidang
umum ke-39 ini berlangsung sejak 31 Oktober sampai dengan 15 November 2017
dengan lima komisi, yaitu komisi pendidikan, komisi kebudayaan, komisi
sains, komisi sosial dan Humaniora serta komisi informasi dan komunikasi. Saat ini UNESCO
memiliki 194 negara anggota dan
8 anggota asosiasi.
Awal
tahun ini Indonesia dianugerahi penghargaan UNESCO untuk pendidikan perempuan
dan wanita atas program yang dianggap luar biasa dalam pengarus
utamaan gender. Muhadjir mengungkapkan angka partisipasi untuk sekolah dasar sudah lebih
dari 100%, tingkat putus sekolah sudah turun juga menjadi
0,26%, dan tingkat melek huruf di kalangan muda telah mencapai hamper 100%.
Dia
menjelaskan, adanya Program Indonesia Pintar menjadikan pendidikan pun maju
signifikan. Terkait upaya menghadapi bonus demografi, langkah strategis yang
dilakukan ialah merevitalisasi
kurikulum nasional
dengan mengintegrasikan karakter, kompetensi, dan literatur untuk membekali para
peserta didik dengan keterampilan abad ke-21.
”Sebagai
upaya meningkatkan produktivitas dan daya saing bangsa, revitalisasi pendidikan
kejuruan juga menjadi prioritas utama yang baru saja kita mulai,” ujarnya.
Kemajuan pendidikan di Indonesia pun ditopang oleh
sekolah swasta.
Board
Chairman Sinar Mas World Academy (SWA) Anton Mailoa mengatakan, sekolahnya juga
berkomitmen memajukan pendidikan di Indonesia. Dia menjelaskan, dua kurikulum
dipakai disekolahnya, yakni International Baccalaureate (IB) dan Cambridge.
Namun
kurikulum nasional juga tetap berlaku sehingga siswa juga akan mengikuti ujian
nasional yang diselenggarakan Kemendikbud. Dia menerangkan, seiring
perkembangan zaman teknologi
informasi akan
diperlukan generasi muda untuk masa depannya kelak.
Oleh
karena itu, di lingkup sekolah, teknologi sebaiknya
dipakai untuk
mengembangkan keterampilan penelitian dan pembelajaran berbasis penyelesaian
masalah. ”Kita juga harus ajarkan robotik agar siswa bisa
belajar membuat program, mengendalikan dan merancang pengujian robot otonom,”
jelasnya.
Manajer
Bisnis SWA Deddy Djaja Ria menambahkan, Pancasila juga diajarkan kepada siswa
asing. Tidak hanya mempelajari, tetapi juga mengamalkannya. Selain
belajar Pancasila, bahasa Indonesia
dan budayanya juga wajib
dipelajari.
Jadi,
dengan adanya program pemerintah sebenarnya sudah banyak kemajuan yang dialami
di sector pendidikan Indonesia walaupun ada beberapa penyimpangan atau
kegagalan program yang telah dijalankan oleh pemerintah.
GAGASAN
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945 (UUD 1945) mengamanatkan bahwa Pemerintah Negara Indonesia harus
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial. Dengan demikian, Pemerintah diwajibkan untuk mengusahakan
dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional bagi seluruh warga negara
Indonesia. Sistem pendidikan nasional dimaksud harus mampu menjamin pemerataan
kesempatan dan peningkatan mutu pendidikan, terutama bagi anak-anak, generasi
penerus keberlangsungan dan kejayaan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
Pemerintah memegang peranan penting dalam meningkatkan
kualitas pendidikan anak-anak Indonesia, utamanya mulai dari ketersediaan
sarana dan prasarana minimal berupa gedung sekolah yang layak, hingga sampai
pada ketersediaan berbagai fasilitas pendukung pendidikan lainnya. Bagi
sekolah-sekolah yang berada di perkotaan, sekolah yang rusak berat dan masih
belum direhabilitasi sangat banyak ditemui, apalagi di daerah-daerah terpencil
di Indonesia. Dengan kata lain, sekolah-sekolah diperkotaan saja kondisinya masih
demikian, apalagi di pelosok Indonesia.
Selain ketersediaan sarana dan prasarana fisik dan berbagai
fasilitas pendukung pendidikan lainnya yang masih terbatas dan belum menjangkau
seluruh wilayah NKRI, kurikulum pendidikan dasar pun menjadi permasalahan.
Kurikulum yang seringkali berubah seiring dengan pergantian rezim pemerintahan
menyebabkan anak-anak usia sekolah dasar menjadi korbannya. Anak-anak usia
sekolah dasar merupakan anak-anak yang mind set berfikirnya belum terbentuk,
anak-anak tersebut masih dalam tahap amati dan tiru, belum sampai tahap
modifikasi. Selain itu, beban kurikulum yang berat menyebabkan anak-anak
kehilangan kreativitasnya karena hanya dibebani dengan mata pelajaran yang
terkonsep dan berpola baku secara permanen. Artinya, apa yang di dapat di
sekolah, itulah yang ada pada dirinya, tanpa kecuali.
Pemerintah harus menyadari bahwasannya anak-anak merupakan
investasi masa depan sebuah bangsa. Merekalah yang kelak akan mengisi
ruang-ruang proses berbangsa dan bernegara. Wajar saja ketika banyak orang
menyerukan bahwa anak adalah bibit-bibit atau tunas yang harus diperhatikan dan
dirawat dengan baik. Merekalah pewaris masa depan, tulang punggung dan harapan
bangsa dan negara ada di pundak mereka. Namun, harapan itu ternyata masih membentur
tembok yang sangat besar. Ternyata masih banyak di temukan anak-anak kurang
mampu harus berhenti sekolah karena tidak memiliki biaya. Sering dijumpai bahwa
anak-anak Indonesia harus dipaksa mengemis demi menghidupi keluarga, melakukan
tindak kriminal dan terlantar karena ketimpangan ekonomi. Tidak jarang pula
anak-anak seringkali menghadapi bentuk-bentuk kekerasan baik fisik maupun non
fisik. Padahal, anak-anak Indonesia harusnya berada di rumah, belajar dengan
baik dan menikmati tugas-tugas bagi tumbuh kembang diri mereka. Disinilah peran
pemerintah harus ditingkatkan dalam rangka peningkatan pendidikan anak-anak
Indonesia.
Pendidikan Karakter merupakan proses pemberian tuntunan
peserta/anak didik agar menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi
hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Peserta didik diharapkan memiliki
karakter yang baik meliputi kejujuran, tanggung jawab, cerdas, bersih dan
sehat, peduli, dan kreatif.
Pemerintah melalui Kemendiknas meluncurkan sebuah program
pendidikan, yang dikenal dengan Pendidikan Karakter. Dominasi ranah kognitif
dan psikomotorik harus dikurangi, ranah afektif sudah seharusnya menjadi fokus
utama. Sehingga terbentuklah manusia-manusia yang berkarakter luhung, berbudi
pekerti tinggi. Manusia-manusia seperti inilah yang diharapkan mampu membawa
bangsa Indonesia menjadi jauh lebih baik, menjadikan Indonesia sebagai bangsa
yang berbudaya tinggi.
Pendidikan karakter dibutuhkan untuk mencegah setiap
perbuatan-perbuatan yang tidak baik yang dapat merusak pendidikan di Indonesia.
Oleh karena itu, semua peran sangat dibutuhkan untuk memajukan sistem
pendidikan di Indonesia agar pendidikan di Indonesia mengalami pemerataan,
peningkatan dan perubahan yang signifikan. Pendidikan Karakter bertujuan untuk
memberikan pengetahuan tentang hal yang baik dan buruk, kemudian membuat hal
yang baik menjadi suatu kebiasaan. Budaya ini harus dipelihara agar pendidikan
di Indonesia berkembang dan bisa menjadi daya saing bagi pendidikan lainnya
secara global.
Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam proses
peningkatan kualitas sumber daya manusia dan merupakan suatu proses yang
terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu
sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia,
maka Pemerintah telah berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai
usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas melalui pengembangan dan
perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan,
pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga
kependidikan lainnya. Tetapi kenyataan belum cukup dalam meningkatkan kualitas
pendidikan.
Referensi